Skip to main content

Posts

Showing posts from 2016

Sesederhana Itu

Ini bukan tentang saya ingin tahu tentang kamu. Ini bukan tentang saya menyelidiki apa yang kamu sedang lakukan atau gemari. Ini bukan tentang masa lalu. Saya sudah masa bodoh dengan semuanya itu, saya menanggalkan ego saya dan memulai sesuatu yang baru. Ini bukan tentang, "Hei, aku benci dia, aku tidak mau tahu apa pun tentangnya!". Ini juga bukan tentang, "Hei, dia sudah tidak punya pengaruh apa-apa, jadi tidak masalah kalau saya tahu apa yang sedang ia lakukan!" Ini sekedar dulu saya terluka dan sekarang masa penyembuhannya. Ini sekedar proses menuju sehat. Kata ibu saya, kalau ingin sembuh kita harus mau minum obat yang disuruh oleh dokter. Obat manis atau pahit, tidak peduli yang penting lekas sembuh. Kejam? Tidaaaak, ini hanya masalah kebiasaan. Telan saja pil pahitnya, lama-lama tidak akan pahit lagi. Ini sekedar tentang saya yang telah siap akan celotehan pintar kamu lagi. Ya benar, saya mengagumi cara berpikir kamu (saya kan pernah bilang kamu itu ora

Kamar Mandi

Jam 00.01. Aku masih berdiri diam di dalam kamar mandi. Tak sehelai benang pun kuusahakan untuk membalut tubuh telanjang ini. Dingin. Kebetulan hujan baru saja reda dari mampirnya ia ke tanah sejak tadi sore. Walau begitu, tetap saja kubiarkan tubuhku meresapi semua kesejukan yang jarang dirasakannya. Tadinya aku hendak membersihkan tubuhku, tapi seperti ada yang menahan inginku. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api Yang menjadikan abu Sepenggal lirik dari lagu "Aku Ingin" yang dinyanyikan oleh AriReda mengalun pelan dari telepon selulerku yang memang sengaja kubawa ke dalam kamar mandi. Salah satu kebiasaanku, mendengarkan lagu ketika mandi. Mungkin karena aku tidak suka suasana kamar mandi yang sepi. Lalu kulihat layar telepon selulerku menyala. Ada pesan masuk. Oh, kamu. "Sedang apa?" tanyamu. "Berdiri saja di kamar mandi." "Buat apa? Sudah malam, lekas istirahat." &q

Samara

Percayakah kamu kalau Tuhan dapat bekerja dengan cara yang sangat istimewa? Semuanya diawali ketika saya berulang tahun ke-27 bulan April lalu. Buat saya saat itu, beranjak ke umur 27 tahun merupakan sesuatu yang...menakutkan. Saya merasa belum banyak mencapai sesuatu yang besar dalam hidup, padahal sebenarnya keinginan banyak sekali. 27 tahun. Teman-teman seumuran saya sudah banyak yang memiliki penghasilan besar, karir yang mapan, bahkan keluarga kecil dengan pasangan mereka. Ketika saya melihat semua itu dan melihat diri sendiri, saya mulai bertanya pada diri sendiri, "Lo ngapain aja, sih, selama ini? Kerjaan gini-gini aja, penghasilan macam fresh graduate, belum mandiri sepenuhnya pula." Pikiran-pikiran seperti itu terus menghantui dan berhasil membuat ulang tahun saya menjadi hari paling menyedihkan seumur hidup saya. Sepanjang hari itu saya menghabiskan waktu bersama keluarga dan semua terlihat menyenangkan. Terlihat. Sesampainya di rumah, saya langsung masuk ke kam

4 Perubahan Sebelum Menginjak 27 Tahun

Ketika umur saya sebentar lagi menginjak angka 27 tahun, mungkin saya adalah orang yang paling menghayati lagunya Taylor Swift, yang berjudul "22". Bukan karena saya nge-fans sama Ms. Swift, tapi saya merasa saya berhenti bertumbuh secara mental di umur 22.....atau 24 tahun lah paling mentok. Bahkan salah satu dosen saya pernah bilang kalau saya berhenti bertumbuh di umur 8 tahun. ( Yes, it was you, Pak. Huft.) Saya enggak pernah merasa bertambah dewasa, padahal umur sudah hampir kepala TIGA. Namun ternyata itu enggak sepenuhnya benar, karena ternyata setelah bertemu dengan teman saya, ada beberapa hal yang saya sadari telah berubah di diri saya seturut dengan bertambahnya umur. Setelah disimpulkan, saya bisa menyebutkan 4 perubahan pola pikir di dalam diri Audrey Gabriella, yang paling saya sadari. Banyak memaklumi keadaan Bisa dibilang saya orang yang agak kaku kalau soal aturan dan prinsip. Saya bisa merasa terganggu kalau prinsip yang saya anut enggak diterapka

3 Jawaban tentang Status

Illustration by Hadas Raiss "Kita itu sebenarnya gimana, sih?" Kalimat itu terdengar familiar? Buat saya, sih, iya. Kadang saya yang melontarkan kalimat tersebut, kadang orang lain yang mengucapkannya. Biasanya kalimat tersebut diucapkan kalau kita sedang minta kejelasan status dalam suatu hubungan. Hubungan yang sangat dekat layaknya pasangan, tapi tidak ada status yang "resmi", apakah kita memang pacaran atau tidak. Ada beberapa pilihan jawaban yang bisa kita pilih, antara lain: 1. "Bisa dibilang kita pacaran." Kalau lawan jenis yang kita tanya memberikan jawaban demikian, pasti hati kita langsung berbunga-bunga. Akhirnya tidak ada lagi hari-hari yang akan kita lalui dengan menebak-nebak bagaimana sebenarnya hubungan ini. Semuanya sudah jelas, bahwa perasaan dan pandangan kalian akan hubungan ini sama. Selamat! 2. "Kita teman baik, kan?" Apa yang kita rasakan ketika mendengar kalimat ini? Ya. Dunia rasanya runtuh. Berlebihan?

Bahagia dalam Sangkar

Tatapanku tertuju pada langit biru di atas sana. Tidak terlalu biru, sih, karena ada sedikit sentuhan abu-abu gelap di sebelah kanan akibat hadirnya si awan pembawa hujan. Akhir-akhir ini sering hujan. Kadang tidak berhenti dari pagi sampai malam. Udara terasa sejuk sekali, sampai kadang-kadang aku kedinginan. Tapi tidak jadi masalah, karena biasanya aku langsung diberikan selimut. Coba saja kalau aku bebas di sana, aku pasti kehujanan dan basah kuyup. Nanti bulu-buluku yang indah ini jadi terlihat lusuh. Aku terlalu indah untuk berupa buruk. Aku memang ada untuk tinggal di dalam perlindungan, bukan terbang bebas di luar sana. Buat apa bebas kalau nantinya aku jadi harus bersusah payah bersaing dengan yang lain? Terlalu merepotkan. Bicara soal bersaing, aku tidak perlu khawatir kalau sudah menyangkut makanan. Ketika yang lain sibuk bangun pagi untuk berebut sarapan terbaik, aku tidak perlu melakukan hal serupa. Aku tinggal menunggu tangan yang membawakan segenggam biji-bijian, yang b