Skip to main content

Sesederhana Itu

Ini bukan tentang saya ingin tahu tentang kamu. Ini bukan tentang saya menyelidiki apa yang kamu sedang lakukan atau gemari. Ini bukan tentang masa lalu. Saya sudah masa bodoh dengan semuanya itu, saya menanggalkan ego saya dan memulai sesuatu yang baru.

Ini bukan tentang, "Hei, aku benci dia, aku tidak mau tahu apa pun tentangnya!". Ini juga bukan tentang, "Hei, dia sudah tidak punya pengaruh apa-apa, jadi tidak masalah kalau saya tahu apa yang sedang ia lakukan!" Ini sekedar dulu saya terluka dan sekarang masa penyembuhannya. Ini sekedar proses menuju sehat.

Kata ibu saya, kalau ingin sembuh kita harus mau minum obat yang disuruh oleh dokter. Obat manis atau pahit, tidak peduli yang penting lekas sembuh. Kejam? Tidaaaak, ini hanya masalah kebiasaan. Telan saja pil pahitnya, lama-lama tidak akan pahit lagi.

Ini sekedar tentang saya yang telah siap akan celotehan pintar kamu lagi. Ya benar, saya mengagumi cara berpikir kamu (saya kan pernah bilang kamu itu orang hebat, kamu pintar, kamu salah satu inspirasi saya dan saya kagum). Waktu itu saya lelah karena saya belum sadar bahwa melihat celotehan kamu dengannya adalah berkat Tuhan buat saya. Dia mau saya jadi perempuan yang tahan banting. Dia mau saya kembali fokus dan sadar bahwa yang memberi saya kebahagian bukan manusia, tetapi Dia yang menciptakan saya. Iya, dulu saya sempat lupa, pikiran saya sempat berkabut dan mendua. Saya lupa kalau saya harus mencintau Tuhan melebihi apa pun.

Saat ini, Ia kembali menampar saya, menyadarkan bahwa saya bukan satu-satunya yang menderita di dunia ini (sekali lagi). Jadi, kali ini saya memutuskan untuk peduli atau tidak, tetap hidup dengan segala celotehan kamu sendiri atau dengan siapa pun itu. Mencoba hidup beriringan, tapi bukan berarti menyatu.  Mencoba untuk menghadapi, bukan menghindari. Sesederhana itu...

Apakah ini tentang pembelaan? Terserah.

Comments

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

my taurus-mate, Mellysa Anastasya Legi.

Saya gak tau gimana ceritanya kami berdua bisa begitu mirip secara kelakuan dan cara berpikirnya. Saya gak ngerti kenapa teman saya ini walau cantik luar biasa tapi kelakuannya sama aja cacatnya sama saya. Saya gak ngerti. Tapi yang saya ngerti, kami sama-sama MUREEEEE... :D

Belajar Mengucap Syukur Lebih Lagi

Selamat tahun baru! Woooh, tahun 2020 ini diawali dengan hal yang mencengangkan banyak orang sepertinya. Banjir yang merata hampir di semua wilayah Jabodetabek (termasuk rumahku di Bintaro tercinta) bikin banyak orang mikir, YA KOK BISA? Bahkan wilayah yang puluhan tahun enggak pernah banjir pun tidak luput merasakan rumahnya tergenang. Walau saya orangnya tidak sepositif ibu saya, beliau kerap berucap, "Puji Tuhan awal tahun dikasih icip hujan berkat sebanyak ini. Tetap ucap syukur." Kadang ketaatan beliau bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak habis pikir.  Rumah kemasukan air sampe tergenang dan barang banyak yang terendam, masih bisa ucap syukur. Dulu disakitin sama keluarga sendiri, masih aja ucap syukur. Diizinkan merasakan sakit apa pun itu, tetap ucap syukur. Bahkan kadang saya suka ngedumel dalam hati, ini orang lama-lama bisa masuk golongan toxic-positivity peeps.  Tapi sebelum saya makin terjerumus dalam lembah pergunjing...