Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2015

Patah Hati Bukan Perkara Sederhana

Seorang teman pernah berkata kepada saya, "Jika kamu merasa sedih, jangan dipendam saja. Tumpahkan apa yang kamu rasakan. Kamu bisa apa? Menulis? Tuliskan perasaanmu." Maka sekarang saya di sini akan menulis apa yang saya rasakan dan saya harap kamu tidak bosan. Saya akui patah hati bukanlah perkara mudah. Tidak mudah menerima kenyataan bahwa kisah cinta berakhir tidak seperti yang kita bayangkan. Tidak mudah juga untuk tidak mengingat-ingat hal indah yang pernah terjadi di masa lalu. Menyibukkan diri mungkin bisa membuat kita lupa sejenak, tapi ketika kegiatan itu terhenti, semua kembali terkenang. Setidaknya itu berlaku buat saya. Berlaku seakan semua baik-baik saja juga bukan merupakan solusi. Ada satu titik di mana kita lelah berpura-pura dan runtuhlah semua benteng semu yang telah kita buat selama ini. Bagaikan membangun menara dengan fondasi yang asal lalu disentuh sedikit, dia pun oleng dan jatuh. Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa hati kita masih bobrok. La

Gara-gara Kopi

Kekecewaan itu bisa dimulai dari kamu sudah bersemangat, karena hari ini akan memesan kopi dengan varian favoritmu (di kedai kopi yang sebenarnya enggak terlalu kamu sukai, tapi karena mereka menawarkan promo 50% setiap bulan, jadi kamu menanggalkan seluruh egomu dan belanja di sana), tetapi pesanan yang datang itu tidak sesuai dengan keinginan kamu. Kamu memesan kopi dingin, tetapi yang disajikan adalah kopi panas. Kamu sudah mengharapkan kopi itu bisa menyejukkan dahagamu di paginya Jakarta yang sangat terik, tapi sang barista memberikan kopi yang bisa membuat kamu semakin berkeringat. Ia meminta maaf karena kesalahannya dan menawarkan untuk membuat kopi yang baru, tetapi karena kamu sedang diburu waktu, jadi kamu menyarankan, "Sudah, mbak, ditambahkan es batu aja." Lalu apa yang kamu dapat sekarang? Kopi anyep. Panas tidak, namun dingin pun tidak mendekati. Enak? Tentu saja jauh dari harapan. Kamu menimang-nimang langkah berikutnya yang akan kamu ambil: kamu akan kembal

Cinta Bersemi Kembali

Kamu tahu rasanya cinta yang bersemi kembali? Rasanya seperti ketika kamu berada di tengah musim kemarau yang panjang, lalu tiba-tiba hujan turun. Ia tidak turun dalam deras, tapi perlahan jatuh dalam gerimis. Pertama ia jatuh di atas ubun-ubunmu, lalu perlahan membasahi rambut yang hitam legam. Butiran-butiran berikutnya mulai jatuh ke atas kulitmu, mulai dari wajah, lalu turun ke leher, melewati tulang selangkamu, dan akhirnya menyambahi dadamu. Ia tidak tergesa-gesa dan memaksa, karena ia ingin kamu menikmati setiap tetesannya. Walaupun mungkin ada rasa kesal karena penampilanmu bisa menjadi kuyu karenanya, tapi kamu tidak bisa memungkiri kalau kau rindu padanya. Belum lagi sensasi petrikor yang ia buat setelah ia merebahkan diri di tanah gersang itu. Ah, nikmat. Kau bisa menghabiskan waktu yang lama hanya untuk berdiam diri mengamati ia membuat tanah itu bisa bernapas lagi. Mungkin bau kopi di pagi hari bisa kalah nikmat bila dibandingkan dengan bau hujan ini. Genangan-genang

Jakarta

Beberapa orang mengutuk ramainya Jakarta, tapi beberapa orang mengagumi perkembangannya. Beberapa orang ingin kabur dari Jakarta, tapi beberapa ingin tinggal dan berjuang. Ada yang berubah ketika bergaul dengan Jakarta, tapi ada juga yang menolak bentukkannya. Banyak yang bilang kalau Jakarta itu keras, dan sayangnya itu memang benar. Beberapa bilang itu berlebihan, tapi, oh, cobalah untuk tinggal sejenak, kawan. Banyak kejutan yang ditawarkan oleh kota serba ada ini. Kemewahan, gerakan super cepat, keangkuhan. Keramaian, asap knalpot, tapi ada juga tawa. Sebagian cinta dengan Jakarta, sebagian muak, sebagian biasa saja. Lalu, kamu termasuk yang mana?