Skip to main content

Tolong

Dia pergi memberi luka dalam.
Memberi sesak, mual, tangis.
Tapi anehnya aku mengingikannya kembali.
Bukan untuk kugenggam tangannya,
tapi sekedar teman berbincang.
Temanku berkata, "Buat apa? Ia akan menyakitimu lagi nanti."

Diam-diam setiap malam kupanjatkan ingin.
Aku ingin ia kembali.
Oh, Tuhan akhirnya mendengar doaku!
Ia kembali, tapi bukan untuk kugenggam tangannya.
Hanya untuk kupandang, dari jauh dan dalam diam.

Suatu malam ia menawarkan kembali persahabatan
Ganjil, namun kusambut bahagia.
Kuundang kembali ia masuk.
Tapi bukannya masuk dengan bilang, "Permisi,"
ia justru mendobrak masuk.

Ia memorak-porandakan semuanya.
Semua.
Semua.
Aku mencoba berteriak dan memohon padanya untuk berhenti,
tapi ia hanya tersenyum simpul dan menatapku dengan bengis.
Aku hanya bisa berpikir,
"Mengapa? Apa ini karena doaku? Apa aku memanjatkan doa yang salah?"

Lalu tiba-tiba ia berhenti dengan terengah-engah.
Ia menunjukkan kepuasannya,
seakan ia telah menuntaskan tugas mulia.
Aku hanya bisa menatap ruanganku yang telah ia hancurkan.
Yang ada di kepalaku saat itu adalah sosok seorang teman dan kubisikan, "Tolong..."

Dia pergi lagi dan meninggalkan luka dalam.
Luka dalam dan rasa jijik.
Ia berhasil.
Ia berhasil membuatku merasakan rasanya diperkosa.

Comments

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

my taurus-mate, Mellysa Anastasya Legi.

Saya gak tau gimana ceritanya kami berdua bisa begitu mirip secara kelakuan dan cara berpikirnya. Saya gak ngerti kenapa teman saya ini walau cantik luar biasa tapi kelakuannya sama aja cacatnya sama saya. Saya gak ngerti. Tapi yang saya ngerti, kami sama-sama MUREEEEE... :D

Belajar Mengucap Syukur Lebih Lagi

Selamat tahun baru! Woooh, tahun 2020 ini diawali dengan hal yang mencengangkan banyak orang sepertinya. Banjir yang merata hampir di semua wilayah Jabodetabek (termasuk rumahku di Bintaro tercinta) bikin banyak orang mikir, YA KOK BISA? Bahkan wilayah yang puluhan tahun enggak pernah banjir pun tidak luput merasakan rumahnya tergenang. Walau saya orangnya tidak sepositif ibu saya, beliau kerap berucap, "Puji Tuhan awal tahun dikasih icip hujan berkat sebanyak ini. Tetap ucap syukur." Kadang ketaatan beliau bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak habis pikir.  Rumah kemasukan air sampe tergenang dan barang banyak yang terendam, masih bisa ucap syukur. Dulu disakitin sama keluarga sendiri, masih aja ucap syukur. Diizinkan merasakan sakit apa pun itu, tetap ucap syukur. Bahkan kadang saya suka ngedumel dalam hati, ini orang lama-lama bisa masuk golongan toxic-positivity peeps.  Tapi sebelum saya makin terjerumus dalam lembah pergunjing...