Siang ini ia melihat mataku yang mulai berkaca-kaca. Ia menggenggam tanganku dan berkata, "Kamu perempuan yang kuat." Di saat itu saya tahu, saya memiliki seseorang yang setia di samping saya.
Sejenak saya ingin memperkenalkan sosok yang selalu ada selama 8 tahun ini. Ia bisa dibilang sahabat yang tidak pernah surut kehadirannya sejak tahun 2007. Saya ingat pertama kali bertemu dengannya itu ketika kami sama-sama ada di satu ruang ibadah yang sama. Saat itu saya sedang bertugas menjadi pemimpin ibadah dan ia sedang tidak bertugas, jadi ia duduk di bangku jemaat. Ia terlihat sangat dewasa dan pendiam untuk seumurannya. Saya merasa segan.
"Aku dulu tidak menyukaimu. Kamu semacam cacing kepanasan yang tidak bisa diam. Aku jadi pusing melihatmu." Kira-kira itu yang terlontar dari mulutnya ketika kami mulai dekat sebagai teman. Saya hanya bisa tertawa dan menggerak-gerakan badan saya, menggodanya. "Tapi sekarang aku bersyukur bisa mengenalmu," lanjutnya. Saya tersenyum dan membalas pernyataannya dengan pelukan.
Tanpa disadari kami perlahan beranjak dewasa dan sama-sama mencapai umur dua puluhan. Kami sempat terpisah jarak, saya melanjutkan studi di Jatinangor dan ia memang sedang kuliah di Jakarta. Namun walau ada jarak dan saya jarang pulang ke rumah, persahabatan kami tidak pernah surut, tapi justru semakin menguat. Tidak ada yang bisa saya sembunyikan darinya, karena ketika kami bertemu, segala sesuatunya seakan tumpah. Saya bukanlah orang yang sulit dibaca, tapi hanya dia yang bisa membuat saya membuka seluruh halaman kehidupan saya.
Dia tidak akan segan-segan memarahi saya kalau saya melakukan hal bodoh yang nantinya akan menyakiti diri saya sendiri. Setelah ia memarahi saya, dia akan memeluk saya kembali, layaknya seorang ibu yang menenangkan anaknya. Ia tidak pernah meninggalkan saya karena saya pernah melakukan kesalahan, tapi justru merangkul saya lebih erat agak saya tidak jauh tersesat. Tuhan bekerja melalui dia, mengasihiku tanpa syarat.
Tidak ada kata lain yang keluar dari mulutku selain ucapan syukur memiliki ia sebagai sahabat. Kalau ditanya siapa saja perempuan yang memiliki peran penting dalam hidup saya, saya tidak akan ragu menjawab: ibu saya, Aigrim Giastin; nenek saya, Yohanna Tobing; dan sahabat saya, Madeline Saurina. Tuhan Yesus memberkatimu, sayang.
Comments