Skip to main content

Racauan Pasca Natal

Gak tahu sih mau menulis apa, sepertinya akan meracau saja hari ini. Meracau tentang apa yang memang ada di pikiran. Sekarang saya sedang di rumah yang ada di Tangerang Selatan, rumah orang tua saya. Iya, saya sedang liburan karena Natal dan Tahun baru. Oh iya, Selamat natal bagi kia semua dan semoga Tuhan Yesus selalu menyertai kita dimana pun kita semua berada.

Senang sekali natal kali ini saya bisa merayakannya bersama keluarga besar, walaupun keluarga saya bukan tipe yang akan makan duduk bersama  dan berdoa bersama. Hal ini disebabkan karena, sederhananya, keluarga kecil saya tidak lagi merayakan Natal. Ada alasan sendiri di balik hal tersebut. Namun, saya pribadi sangat menyukai suasana natal dan merayakannya secara pribadi. Jadi malam natal, atau yang dikenal sebagian besar orang sebagai "Christmas Eve" tahun ini saya merayakannya dengan teman-teman gereja saya di rumah salah satu penatua gereja. Saya bertemu sahabat saya Madeline yang memang selalu saya rindukan karena sebagian besar tempat bercerita saya ya dia. Pada saat makan malam kami bercerita banyak hal. Tentang kandasnya cerita cinta Madeline yang berhasil dia atasi dengan sangat baik (I'm proud of you, Fab) dan tentang problematika cinta saya sendiri. Biasalah, perempuan kalau sudah bertemu apalagi kalau bukan curhat.

Di tengah-tengah curhatan saya, saya melontarkan pernyataan bahwa saya gak percaya kalau dalam sebuah hubungan tanpa status, yang banyak ruginya itu perempuan. Banyak orang berpikir kalau dalam hubungan tanpa status perempuan banyak ruginya, istilah kasarnya "dimanfaatkan" oleh laki-laki, entah dari segi perasaan maupun hubungan seksual. Menurut saya, si perempuan juga sama memanfaatkannya dengan si laki-laki. Si perempuan juga sama-sama dapat kepuasan kan? Kalau pun ada perasaaan dimanfaatkan, mungkin karena orang hanya melihat dari satu sudut pandang aja. Mungkin. Atau pendapat "dimanfaatkan" itu justru berasala dari orang lain, bukan dari kedua pihak yang terlibat? Tidak tahu juga sih.

Kalau menurut kamu, bagaimana?

Comments

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

my taurus-mate, Mellysa Anastasya Legi.

Saya gak tau gimana ceritanya kami berdua bisa begitu mirip secara kelakuan dan cara berpikirnya. Saya gak ngerti kenapa teman saya ini walau cantik luar biasa tapi kelakuannya sama aja cacatnya sama saya. Saya gak ngerti. Tapi yang saya ngerti, kami sama-sama MUREEEEE... :D

Belajar Mengucap Syukur Lebih Lagi

Selamat tahun baru! Woooh, tahun 2020 ini diawali dengan hal yang mencengangkan banyak orang sepertinya. Banjir yang merata hampir di semua wilayah Jabodetabek (termasuk rumahku di Bintaro tercinta) bikin banyak orang mikir, YA KOK BISA? Bahkan wilayah yang puluhan tahun enggak pernah banjir pun tidak luput merasakan rumahnya tergenang. Walau saya orangnya tidak sepositif ibu saya, beliau kerap berucap, "Puji Tuhan awal tahun dikasih icip hujan berkat sebanyak ini. Tetap ucap syukur." Kadang ketaatan beliau bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak habis pikir.  Rumah kemasukan air sampe tergenang dan barang banyak yang terendam, masih bisa ucap syukur. Dulu disakitin sama keluarga sendiri, masih aja ucap syukur. Diizinkan merasakan sakit apa pun itu, tetap ucap syukur. Bahkan kadang saya suka ngedumel dalam hati, ini orang lama-lama bisa masuk golongan toxic-positivity peeps.  Tapi sebelum saya makin terjerumus dalam lembah pergunjing...