Audrey: Mah, nanti kira-kira kalau aku punya anak, mamah bakal mau bantuin aku ngurus mereka ga?
Mamah: Ha? Maksudnya ngurus?
Audrey: Ya, kalau misalnya aku ada keperluan apa gitu, aku titipnya ke mamah..
Mamah: Ya boleh aja, asal kamu bawa baby-sitter aja. Jadi mamah bukan ngejagain anak kamu, tapi nemenin anak kamu main. Yang ngurus lain-lainnya tetep baby-sitter dia.
Audrey: Oh gitu?
Mamah: Iya lah. Mamah mah ya kak tugasnya sudah selesai ngurus kamu sama Joshua. Kalau harus ngurus anak kamu lagi, kapan mamah sama papah istirahatnya? Itu sekarang udah jadi tugas kamu buat jadi ibu. Nanti kalau kamu sama Joshua sudah berkeluarga, kerjaan mamah papah mah senang-senang, jalan-jalan ke luar negeri berdua..
Percakapan sederhana lainnya antara saya dengan Ibu Aigrim, mamah saya. Saya pernah berpikir, mudah kali ya untuk jadi ibu jaman sekarang. Kalau kamu punya anak, apalagi pengalaman anak pertama, kamu bisa bergantung sama orang tua kamu untuk mengurus si anak. Saya melihat banyak kejadian seperti ini dimana si anak perempuan menitipkan bayinya kepada si ibu, sementara ia bekerja atau (yang parahnya) jalan-jalan bersama teman-temannya. Hal ini memang terjadi di salah satu kenalan saya, dan ini merupakan hal yang serius.
Ia menikah di usia yang boleh dibilang muda, 22 tahun, dan kami anggap ia akan baik-baik saja karena ia menikahi seorang pria yang mapan. Ia memiliki anak di usianya yang ke-23, dan semenjak itu ia sering bolak-balik ke rumah orang tuanya untuk menitipkan anak laki-lakinya tersebut. Ia memberikan uang, susu, makanan, dan lain sebagainya. Ia bilang, "kurang apa lagi?". Suatu hari si ibu seperti sudah lelah dan memutuskan untuk tidak meneriman "jasa penitipan" lagi dari si anak perempuan. Ia lelah, ia merasa sudah terlalu banyak mengurus, karena sesungguhnya ia masih punya tanggungan mengurus 2 anak kandung lainnya.
Kejadian ini dan percakapan di atas seakan membuat potongan mozaik yang tadinya terpecah belah menjadi satu kembali. Memberi peringatan juga bagi saya, kalau sudah siap untuk berkeluarga, tandanya saya harus siap untuk lepas dari ikatan keluarga yang lama. Bangun rumah yang baru, lalu pindah. Tapi bukan berarti memutuskan ikatan keluarga, karena itu tidak akan bisa. Kalau sudah menikah, kebergantungan saya bukan lagi kepada ayah dan ibu saya, tapi kepada keluarga saya yang baru, yaitu suami. Pada awalnya mereka tidak akan menolak permintaan kamu, tapi hati siapa yang tahu? :)
Your parents have had enough, you cannot burden them anymore. Think about it.
Mamah: Ha? Maksudnya ngurus?
Audrey: Ya, kalau misalnya aku ada keperluan apa gitu, aku titipnya ke mamah..
Mamah: Ya boleh aja, asal kamu bawa baby-sitter aja. Jadi mamah bukan ngejagain anak kamu, tapi nemenin anak kamu main. Yang ngurus lain-lainnya tetep baby-sitter dia.
Audrey: Oh gitu?
Mamah: Iya lah. Mamah mah ya kak tugasnya sudah selesai ngurus kamu sama Joshua. Kalau harus ngurus anak kamu lagi, kapan mamah sama papah istirahatnya? Itu sekarang udah jadi tugas kamu buat jadi ibu. Nanti kalau kamu sama Joshua sudah berkeluarga, kerjaan mamah papah mah senang-senang, jalan-jalan ke luar negeri berdua..
Percakapan sederhana lainnya antara saya dengan Ibu Aigrim, mamah saya. Saya pernah berpikir, mudah kali ya untuk jadi ibu jaman sekarang. Kalau kamu punya anak, apalagi pengalaman anak pertama, kamu bisa bergantung sama orang tua kamu untuk mengurus si anak. Saya melihat banyak kejadian seperti ini dimana si anak perempuan menitipkan bayinya kepada si ibu, sementara ia bekerja atau (yang parahnya) jalan-jalan bersama teman-temannya. Hal ini memang terjadi di salah satu kenalan saya, dan ini merupakan hal yang serius.
Ia menikah di usia yang boleh dibilang muda, 22 tahun, dan kami anggap ia akan baik-baik saja karena ia menikahi seorang pria yang mapan. Ia memiliki anak di usianya yang ke-23, dan semenjak itu ia sering bolak-balik ke rumah orang tuanya untuk menitipkan anak laki-lakinya tersebut. Ia memberikan uang, susu, makanan, dan lain sebagainya. Ia bilang, "kurang apa lagi?". Suatu hari si ibu seperti sudah lelah dan memutuskan untuk tidak meneriman "jasa penitipan" lagi dari si anak perempuan. Ia lelah, ia merasa sudah terlalu banyak mengurus, karena sesungguhnya ia masih punya tanggungan mengurus 2 anak kandung lainnya.
Kejadian ini dan percakapan di atas seakan membuat potongan mozaik yang tadinya terpecah belah menjadi satu kembali. Memberi peringatan juga bagi saya, kalau sudah siap untuk berkeluarga, tandanya saya harus siap untuk lepas dari ikatan keluarga yang lama. Bangun rumah yang baru, lalu pindah. Tapi bukan berarti memutuskan ikatan keluarga, karena itu tidak akan bisa. Kalau sudah menikah, kebergantungan saya bukan lagi kepada ayah dan ibu saya, tapi kepada keluarga saya yang baru, yaitu suami. Pada awalnya mereka tidak akan menolak permintaan kamu, tapi hati siapa yang tahu? :)
Your parents have had enough, you cannot burden them anymore. Think about it.
Comments