Skip to main content

sedikit senyum untuk pagi. sedikit senyum untuk nanti.

Pagi ini wajah saya penuh senyuman. Senyuman yang saya rasa sih tulus dan berbeda dari biasanya. Senyuman yang saya kembangkan lebih ke senyum terharu karena melihat hal-hal sederhana. Pagi ini seperjalanan saya menuju pangkalan damri dari kostan, saya melihat banyak hal. Sederhana, namun manis.

Yang pertama, saya melihat seorang anak laki-laki kecil, kepalanya botak, mengendarai sepeda mungilnya dengan penuh semangat. Ia mengayuhnya, mondar-mandir di sepanjang jalan. Sesekali ia berteriak, "MInggir! Minggir!" agar teman-temannya tidak tertabrak. Sekejab saja saya terbawa oleh ingatan masa lalu, dimana saya suka sekali bermain sepeda semasa kecil. Kalau diingat-ingat, terakhir saya main sepeda itu waktu umur 15 mungkin ya? Sekitar 8 tahun yang lalu. Setelahnya, jarang sekali saya bermain sepeda. Saya rindu dan ingin mengulang masa-masa itu, dimana pikiran saya belum terkontaminasi oleh ideologi-ideologi, prinsip-prinsip, dan konsep-konsep dalan berpikir. Saya rindu dimana saya masih berbicara manis dan tanpa kesinisan duniawi.

Lalu tidak jauh dari sana, saya melihat seekor induk ayam beserta anak-anak ayamnya. Mereka sedang asyik makan, atau lebih tepatnya berebut makanan. Haha, saya sempat gemas melihatnya. Tubuh anak-anak ayam itu begitu bulat dan menggemaskan, ingin saya colek-colek. Senyum saya mengembang karena bersyukur mereka masih bisa makan dan terlihat ceria. Saya mungkin tidak tahu bagaimana perasaan mereka yang sebenarnya, tapi bukankah kita akan merasa senang bila mendapatkan sesuatu yang kita inginkan? Makanan, pakaian, hiburan, teman-teman, kasih sayang, rasa dihargai, pengakuan. Bukankah itu nikmat?

Berjalan lagi, saya berpapasan dengan sebuah keluarga yang sepertinya baru saja pulang dari pasar. Ayah, ibu, seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Mereka bercengkrama akrab penuh tawa. Sepertinya puas sekali meluangkan waktu bersama, waktu yang berharga. Senyum saya pun terukir kembali tanpa ragu. Saya rindu meluangkan waktu bersama keluarga. Waktu dimana kami semua berkumpul bersama di ruang tengah, menikmati film yang sedang diputar di televisi, atau sekedar berbincang dan bertukar cerita di meja makan saat malam, lengkap berempat. Kami sering makan bersama, lengkap, namun bukan di rumah. Kalau pun di rumah lengkap, pasti ada yang tidak makan bersama. Tak mengapa memang, hanya rindu saja.

Hah, banyak hal yang saya rindukan. Masa kecil. Masa bahagia. Masa pahit. Masa-nya saya. Semuanya membuat saya tersenyum, senyum sederhana penuh memori. Ingin sekali masuk ke masa itu, namun tak bisa. Di depan sana sudah ada masa yang menunggu saya, menunggu saya untuk menggapainya dengan penuh keyakinan, tanpa ragu. Menunggu saya untuk menguliknya dengan cara saya. Menunggu saya untuk sampai di sana. Sampai bertemu nanti, masa depan..

-gabriella

Comments

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

my taurus-mate, Mellysa Anastasya Legi.

Saya gak tau gimana ceritanya kami berdua bisa begitu mirip secara kelakuan dan cara berpikirnya. Saya gak ngerti kenapa teman saya ini walau cantik luar biasa tapi kelakuannya sama aja cacatnya sama saya. Saya gak ngerti. Tapi yang saya ngerti, kami sama-sama MUREEEEE... :D

Belajar Mengucap Syukur Lebih Lagi

Selamat tahun baru! Woooh, tahun 2020 ini diawali dengan hal yang mencengangkan banyak orang sepertinya. Banjir yang merata hampir di semua wilayah Jabodetabek (termasuk rumahku di Bintaro tercinta) bikin banyak orang mikir, YA KOK BISA? Bahkan wilayah yang puluhan tahun enggak pernah banjir pun tidak luput merasakan rumahnya tergenang. Walau saya orangnya tidak sepositif ibu saya, beliau kerap berucap, "Puji Tuhan awal tahun dikasih icip hujan berkat sebanyak ini. Tetap ucap syukur." Kadang ketaatan beliau bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak habis pikir.  Rumah kemasukan air sampe tergenang dan barang banyak yang terendam, masih bisa ucap syukur. Dulu disakitin sama keluarga sendiri, masih aja ucap syukur. Diizinkan merasakan sakit apa pun itu, tetap ucap syukur. Bahkan kadang saya suka ngedumel dalam hati, ini orang lama-lama bisa masuk golongan toxic-positivity peeps.  Tapi sebelum saya makin terjerumus dalam lembah pergunjing...