Skip to main content

Jatuh. Bangun. Berjalan.

Jatuh adalah ketika orang banyak mengharapkan kehebatanmu dalam segala hal, namun yang kamu sadari adalah kemampuanmu terbatas dan kamu belum piawai dalam mengerjakan segala hal. Kamu bisa sebenarnya, hanya belum berkeinginan untuk menjadi hebat. Orang-orang menganggap kamu manusia super dan selalu menunggu-nunggu sepak terjangmu, namun nyatanya kamu hanya ingin berleha-leha dulu sejenak di dalam kamar sambil menikmati kopi panas dengan selembar roti berselai stroberi.

Jatuh adalah kamu belum bisa melepaskan ikatan masa lalu, teringat, ingin kembali, namun apa daya masa lalu telah terkunci di kotak kaca setebal 1 meter, tak dapat ditembus tak dapat dibuka. BANGUN! Jangan mau terlena, jangan mau tenggelam. Itu! Ada pelampung! Manfaatkan, jangan mau terbawa arus. Jangan mau tenggelam.

Jatuh pasti sakit. Jatuh pasti menangis, meski ditahan atau disimpan dalam hati. Jatuh pasti kecewa, pada orang lain, pada orang banyak, pada keadaan, pada waktu, pada diri sendiri. Jatuh pasti khawatir, bisakah saya bangun lagi? Jatuh pasti bingung, apakah kaki saya sudah cukup kuat untuk berdiri lagi? Jatuh pasti berharap, bisakah saya tidak terjatuh lagi di lain hari?

Pada saat jatuh yang kita harapkan adalah orang-orang berhenti untuk menganggap bahwa kita hebat. Pada saat jatuh yang kita harapkan adalah bisa melepaskan diri dari ikatan kencang, gunting saja. Pada saat jatuh yang kita inginkan adalah tepukan di pundak dan ada yang berkata, "Kamu memang belum hebat dan ikatannya memang kencang sekali. Ini berat, tapi kamu bisa melewatinya. Kamu tidak sendiri, mari berjalan bersama. Saya juga sedang berusaha sama seperti kamu."

*gabriella

Comments

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

my taurus-mate, Mellysa Anastasya Legi.

Saya gak tau gimana ceritanya kami berdua bisa begitu mirip secara kelakuan dan cara berpikirnya. Saya gak ngerti kenapa teman saya ini walau cantik luar biasa tapi kelakuannya sama aja cacatnya sama saya. Saya gak ngerti. Tapi yang saya ngerti, kami sama-sama MUREEEEE... :D

Belajar Mengucap Syukur Lebih Lagi

Selamat tahun baru! Woooh, tahun 2020 ini diawali dengan hal yang mencengangkan banyak orang sepertinya. Banjir yang merata hampir di semua wilayah Jabodetabek (termasuk rumahku di Bintaro tercinta) bikin banyak orang mikir, YA KOK BISA? Bahkan wilayah yang puluhan tahun enggak pernah banjir pun tidak luput merasakan rumahnya tergenang. Walau saya orangnya tidak sepositif ibu saya, beliau kerap berucap, "Puji Tuhan awal tahun dikasih icip hujan berkat sebanyak ini. Tetap ucap syukur." Kadang ketaatan beliau bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak habis pikir.  Rumah kemasukan air sampe tergenang dan barang banyak yang terendam, masih bisa ucap syukur. Dulu disakitin sama keluarga sendiri, masih aja ucap syukur. Diizinkan merasakan sakit apa pun itu, tetap ucap syukur. Bahkan kadang saya suka ngedumel dalam hati, ini orang lama-lama bisa masuk golongan toxic-positivity peeps.  Tapi sebelum saya makin terjerumus dalam lembah pergunjing...