Skip to main content

Kapan menikah? Kapan? Kapan-kapan

"Kalau anak laki-laki sih enggak apa-apa menikahnya lama. Tapi kalau anak perempuan, mendingan cepet-cepet menikah, deh. Jangan sampai keenakan kerja terus lupa menikah, tau-taunya udah umur 40 tahun!"

Begitulah kira-kira kalimat yang dilontarkan oleh seorang tante di gereja saya. Namun bukan dia saja yang berpikir demikian, tapi memang banyak kok ibu-ibu lainnya yang sering berpendapat yang sama. Dan saya sebagai salah satu perempuan single di tengah-tengah mereka pun merasa....baiklah.



Menikah. Pernikahan. Satu hal yang banyak diimpikan banyak anak perempuan. Bahkan saya dari kecil sudah bisa membayangkan akan seperti apa pernikahan saya nanti. Garden party yang hanya dihadiri maksimal 150 orang, dengan live music, keluarga dan teman-teman membaur dan semalaman menikmati musik dan berdansa. Tipikal wedding scene di film-film romcom. Pokoknya saya juga bisa membayangkan gaun putih yang membalut tubuh saya nantinya seperti apa.

Tapi seiring dengan bertambah dewasanya saya, pernikahan bukan lagi menjadi hal yang utama. Saya kadang suka takut, jangan-jangan saya cuma suka dengan the idea of wedding dan bukan the idea of marriage lagi?

Okay, balik lagi pernyataan si tante yang di atas. Saya yang lagi duduk di sana langsung bertanya, "Memangnya harus menikah ya, tan?" Karena di kepercayaan yang saya anut pun tidak mengharuskan untuk menikah. Dan menikah pun enggak selalu menjamin seseorang menjadi lebih bahagia dari sebelumnya. Lalu ia menjawab, "Ya, tapi coba deh nanti kamu rasain kalau sudah tua dan enggak berkeluarga, pasti kesepian!"

Saya sih cuma bisa membelalakan mata karena kaget dengan 'ramalan' si tante. Pernyataannya seakan-akan bilang kalau enggak menikah pasti kita akan merasa kesepian di hari tua.

The funny thing is the way people judge the singles as lonely people.

Kenapa orang-orang langsung beranggapan kalau orang yang enggak memiliki pasangan hidup dan keturunan hingga tua adalah orang-orang yang kesepian? Saya rasa mereka bukanlah anak ABG lagi, yang langsung sedih, galau, dan drama ketika enggak punya pacar.

Ada beberapa hal yang mustinya (enggak harus juga,sih, kesannya maksa) bisa dimengerti oleh masyarakat luas kalau memang ada orang yang memilih untuk enggak menikah hingga akhir hidupnya. Bukan karena enggak laku, tapi mereka memang memilih jalan hidup demikian.

Mungkin mereka puas menjalani hidup dengan bebas tanpa harus menanggung orang lain, menikmati hasil kerja mereka sendiri, atau malas terlibat drama rumah tangga. Beberapa dari mereka mungkin trauma atau sekedar merayakan kebebasannya. Dan menuduh mereka kesepian karena 'sendiri' di masa tua mereka adalah contoh kesombongan, bukan?

Seakan-akan mereka yang menikah adalah orang paling bahagia dan yang lain tidak bahagia.

Kalau saya sendiri sih sudah kebal dengan komentar teman, keluarga, dan kerabat lainnya yang selalu menanyakan, "Audrey, kapan menikah?" Rasanya biasa aja dan enggak bikin saya jadi harus menikah secepatnya. Karena saya yakin menikah bukanlah soal target umur atau ikut-ikutan teman atau bahkan dorongan (baca: paksaan) dari keluarga.

Kalau saya belum mau menikah, memangnya kenapa?

Puji Tuhan orang tua saya bukan tipe yang memohon kepada saya untuk segera menikah. Mereka hanya menjawab, "Sekarang kamu ingin berkeluarga atau enggak? Kalau iya, ya musti dipertimbangkan umur kamu menikah karena berhubungan dengan kesehatan. Kalau enggak, ya enggak usah pusing."

Geez. I love my parents for sure.

Comments

plathonicbabe said…
Emmm, ini apa aku doang ya yang sewaktu kecil gak ada pikiran buat celebrate any kind of wedding .___. Makanya aku takjub setelah baca blog kamu dan Tasya, nyinggung wedding impiaan.
And by the way, you just triggered me to ubek-ubek my old old draft talking about this matter too.
xx

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

my taurus-mate, Mellysa Anastasya Legi.

Saya gak tau gimana ceritanya kami berdua bisa begitu mirip secara kelakuan dan cara berpikirnya. Saya gak ngerti kenapa teman saya ini walau cantik luar biasa tapi kelakuannya sama aja cacatnya sama saya. Saya gak ngerti. Tapi yang saya ngerti, kami sama-sama MUREEEEE... :D

Belajar Mengucap Syukur Lebih Lagi

Selamat tahun baru! Woooh, tahun 2020 ini diawali dengan hal yang mencengangkan banyak orang sepertinya. Banjir yang merata hampir di semua wilayah Jabodetabek (termasuk rumahku di Bintaro tercinta) bikin banyak orang mikir, YA KOK BISA? Bahkan wilayah yang puluhan tahun enggak pernah banjir pun tidak luput merasakan rumahnya tergenang. Walau saya orangnya tidak sepositif ibu saya, beliau kerap berucap, "Puji Tuhan awal tahun dikasih icip hujan berkat sebanyak ini. Tetap ucap syukur." Kadang ketaatan beliau bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak habis pikir.  Rumah kemasukan air sampe tergenang dan barang banyak yang terendam, masih bisa ucap syukur. Dulu disakitin sama keluarga sendiri, masih aja ucap syukur. Diizinkan merasakan sakit apa pun itu, tetap ucap syukur. Bahkan kadang saya suka ngedumel dalam hati, ini orang lama-lama bisa masuk golongan toxic-positivity peeps.  Tapi sebelum saya makin terjerumus dalam lembah pergunjing...