Okay, setelah menulis soal kehidupan saya beberapa belakangan, saya akan memenuhi janji untuk cerita soal percintaan saya. Sebenarnya enggak penting juga buat dibaca. Saya takut jadi kayak anak ABG yang kebanyakan curhat. But whatever, this is my blog anyway.
Bohong kalau selama beberapa bulan ini saya enggak punya cerita cinta untuk dibagi. Singkatnya hati saya sudah sepenuhnya sembuh dari yang sebelumnya. Benar-benar sembuh (walaupun butuh waktu kurang lebih 2 tahun, ya. terima kasih, Tuhan!) sampai saya sudah enggak bisa mengungkit-ungkit hal buruk lagi tentang yang lalu. Kalau boleh jujur, saya orang yang butuh pemicu untuk bisa sepenuhnya sembuh.
Anggaplah dia pendamping saya untuk melepaskan yang lama. Seorang sahabat yang namanya enggak perlu saya sebut (karena sebenarnya saya takut dia malu. Ha-ha-ha.), selalu ada setiap saya butuh. Kami baru akrab sejak bulan September dan semakin dekat sejak nonton konser bareng. He's a great companion to me. Orang mungkin melihat kami sebagai sepasang muda-mudi yang lagi PDKT, tapi enggak kok. Kami benar-benar cuma suka jalan bareng, ngobrol bareng, ketawa bareng, dan menghabiskan waktu bareng. Kami sangat dekat sampai saya suka panik kalau dia enggak nyariin saya (tapi gengsi, jadi sok cool aja. Syalalalaa~).
Sampai suatu hari saya sadar kalau persahabatan ini bukan lagi berwujud friendship karena saya menginginkan hal yang lain dari dia. Saya orang yang posesif, jadi saya enggak suka berbagi. Sedangkan dia orang yang baik kepada siapa saja, termasuk teman-teman perempuannya. Well, I'm a jealous creature after all. Jadi akhir-akhir ini saya suka marah dan kesal sendiri. Aneh. Kayak ABG kurang gizi. Dia sadar dan curiga kalau saya sebenarnya cemburu dengan kedekatannya dengan teman-temannya tersebut dan saya dibuatnya mengaku. Sialan memang. Belakangan ini kami suka keceplosan memanggil satu sama lain dengan panggilan 'sayang', dan akhirnya jadi sayang beneran. Tapi kami enggak pacaran karena masih takut dengan konsep pacaran. Aneh ya? Jadi, sejauh ini kami cuma dekat layaknya sahabat, tapi juga memiliki layaknya pasangan. Saya sih cuma bisa berdoa supaya kalau kami bosan satu sama lain, kami tetap berteman dan bisa menemukan pasangan yang lebih baik lagi. Melalu dia, saya diajarkan untuk sabar (bangeeeet...) dan lebih dekat dengan Tuhan (untuk membawanya dalam doa).
He's one of those people that is precious to me. Dan 2 minggu ke depan kami enggak akan ketemu karena dia akan liburan keliling Eropa bareng keluarganya. Sialan, saya enggak tahu nanti rasa kangen saya bakal seperti apa.
Love and kisses,
Gabriella.
p.s. Sorry if I use 'sialan' too much. It fits my feelings right now. Sialan.
Bohong kalau selama beberapa bulan ini saya enggak punya cerita cinta untuk dibagi. Singkatnya hati saya sudah sepenuhnya sembuh dari yang sebelumnya. Benar-benar sembuh (walaupun butuh waktu kurang lebih 2 tahun, ya. terima kasih, Tuhan!) sampai saya sudah enggak bisa mengungkit-ungkit hal buruk lagi tentang yang lalu. Kalau boleh jujur, saya orang yang butuh pemicu untuk bisa sepenuhnya sembuh.
Anggaplah dia pendamping saya untuk melepaskan yang lama. Seorang sahabat yang namanya enggak perlu saya sebut (karena sebenarnya saya takut dia malu. Ha-ha-ha.), selalu ada setiap saya butuh. Kami baru akrab sejak bulan September dan semakin dekat sejak nonton konser bareng. He's a great companion to me. Orang mungkin melihat kami sebagai sepasang muda-mudi yang lagi PDKT, tapi enggak kok. Kami benar-benar cuma suka jalan bareng, ngobrol bareng, ketawa bareng, dan menghabiskan waktu bareng. Kami sangat dekat sampai saya suka panik kalau dia enggak nyariin saya (tapi gengsi, jadi sok cool aja. Syalalalaa~).
Sampai suatu hari saya sadar kalau persahabatan ini bukan lagi berwujud friendship karena saya menginginkan hal yang lain dari dia. Saya orang yang posesif, jadi saya enggak suka berbagi. Sedangkan dia orang yang baik kepada siapa saja, termasuk teman-teman perempuannya. Well, I'm a jealous creature after all. Jadi akhir-akhir ini saya suka marah dan kesal sendiri. Aneh. Kayak ABG kurang gizi. Dia sadar dan curiga kalau saya sebenarnya cemburu dengan kedekatannya dengan teman-temannya tersebut dan saya dibuatnya mengaku. Sialan memang. Belakangan ini kami suka keceplosan memanggil satu sama lain dengan panggilan 'sayang', dan akhirnya jadi sayang beneran. Tapi kami enggak pacaran karena masih takut dengan konsep pacaran. Aneh ya? Jadi, sejauh ini kami cuma dekat layaknya sahabat, tapi juga memiliki layaknya pasangan. Saya sih cuma bisa berdoa supaya kalau kami bosan satu sama lain, kami tetap berteman dan bisa menemukan pasangan yang lebih baik lagi. Melalu dia, saya diajarkan untuk sabar (bangeeeet...) dan lebih dekat dengan Tuhan (untuk membawanya dalam doa).
He's one of those people that is precious to me. Dan 2 minggu ke depan kami enggak akan ketemu karena dia akan liburan keliling Eropa bareng keluarganya. Sialan, saya enggak tahu nanti rasa kangen saya bakal seperti apa.
Love and kisses,
Gabriella.
p.s. Sorry if I use 'sialan' too much. It fits my feelings right now. Sialan.
Comments