Skip to main content

Sang Penari (2)

Gesekan kaki di lantai sudah mulai terdengar. Selendang yang tadinya teronggok di sudut ruangan sudah kembali diikat di panggul. Rambut yang telah lama terurai acak kini kembali terikat kencang rapi, membentuk sanggulan kecil di bagian mahkota kepala. Tubuh yang sempat hanya duduk lesu di tengah panggung, sepertinya sudah siap menciptakan gerakan-gerakan khasnya, yang dulu banyak memikat orang. Lihat! Ia sudah mulai bergerak! Gerakannya semakin mantap, jauh lebih baik dari pada gerakannya yang terdahulu.

Musik? Kenapa ruangan ini sunyi? Kenapa tidak ada alunan musik? Dulu bukannya ia baru mau menari apabila ada iringan musik dari pemusik kesayangannya? Lalu mengapa sekarang ia malah menari-nari dengan riangnya tanpa sedikit pun dentingan nada, seakan musiknya ada, tetapi hanya ia yang bisa mendengar?

Aku, sang penari, yang dulu tergolek tanpa daya ketika tahu pemusikku pergi mengembara entah kemana dan entah mengapa. Aku, sang penari, yang dulu kerap menunggu pemusik kesayanganku  datang kembali ketika aku tahu ia menghilang. Aku, sang penari, yang telah bosan dengan segala ketergantunganku akan pemusik, pemusik mana pun. Aku, sang penari, yang akhirnya sadar bahwa bukan si pemusik yang menciptakan tarianku, tetapi aku yang memukau orang-orang dengan lenggokku.

Aku akan ciptakan lagi melodiku sendiri. Aku akan mulai lagi semua dari awal, dari sebelum aku memiliki ketergantungan akan pemusik. Musik untuk tarianku akan berasal dari diriku sendiri, bukan dari yang lain. Musikku akan berasal dari suara angin, suara hujan, suara daun-daun bergesekan satu sama lain. Musikku akan berasal dari suara tepuk tangan penonton, suara sorak-sorai mereka, suara ketika mereka meminta aku untuk menari kembali. Musikku akan berasal dari suara gesekan kursi di lantai, suara pintu terbanting, atau bahkan suara gelas kaca yang beradu dengan marmer.

Aku, Sang Penari, akan menciptakan tarian solo, yang diiringi musik ciptaanku sendiri. Bukan berarti aku tidak rindu pemusikku, tapi ini panggungku.


Comments

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

Mencoba Perawatan Facial dan Massage di Umandaru Salon & Day Spa Bintaro

Mumpung lagi semangat-semangatnya nulis lagi, jadi sekalian aja deh bahas pengalaman saya facial dan massage di Umandaru Salon and Day Spa yang ada di Bintaro. Berawal dari rencana cuti sehari karena mau medical check up di pagi harinya (baca pengalaman medical check up di sini ), lalu diri ini punya ide, "Hmmm... sudah lama tidak me time. Apakah lanjut pampering diri yang sudah butek ini?" Akhirnya saya bagikan kegundahan ini di IG Story dan bertanya pada teman-teman super, enaknya ke mana kalau mau facial dan massage di area Bintaro. Ada beberapa rekomendasi yang masuk, seperti Platinum Wijaya, Anita Salon, dan salah satunya Umandaru Spa. Nah, kalau Platinum Wijaya dan Anita Salon, saya sudah sering dengar soal dua tempat facial/salon ini, tapi tidak untuk yang Umandaru Spa. I want something new. Asheeek. Akhirnya coba search di Instagram dan ternyata Umandaru Spa menawarkan cukup banyak pilihan perawatan, mulai dari facial, spa, massage, sampai creambath dan meni...

Pengalaman Medical Check Up di Rumah Sakit Jakarta

Sumber: http://www.yayasanrsjakarta.org Detik-detik menuju umur 30 tahun. Inhale. Exhale. *dramak* Sebenarnya nggak detik-detik juga, sih. Masih hitungan bulan dan bukan termasuk orang yang takut untuk memasuki umur baru, kecuali ketika saya memasuki umur 27 tahun. Sila baca cerita absurd nan yahudnya di sini . Sulit dipercaya, namun saya adalah orang yang santai dan tidak takut beranjak tua, tidak takut keriput, dan tidak takut dengan kematian. Cause one day, we'll die anyway.  Walau rutinitas skincare saya termasuk banyak dan lumayan rajin menunaikan ibadah 7 steps, tapi itu bukan untuk menghalau datangnya keriput di usia senja (ya kali nggak keriputan...). Lebih untuk menjaga kondisi kulit di usia sekarang biar tak kusan. Ya, syukur-syukur kalau nanti pas tua nggak jadi kelihatan kuyu. Tetap glowing adalah tujuan heyduuup. Namun, bukan berarti saya termasuk yang nggak peduli dengan kesehatan, apalagi saya sadar kalau semakin tua umur kita, akan semakin mudah kita ...