Gesekan kaki di lantai sudah mulai terdengar. Selendang yang tadinya teronggok di sudut ruangan sudah kembali diikat di panggul. Rambut yang telah lama terurai acak kini kembali terikat kencang rapi, membentuk sanggulan kecil di bagian mahkota kepala. Tubuh yang sempat hanya duduk lesu di tengah panggung, sepertinya sudah siap menciptakan gerakan-gerakan khasnya, yang dulu banyak memikat orang. Lihat! Ia sudah mulai bergerak! Gerakannya semakin mantap, jauh lebih baik dari pada gerakannya yang terdahulu.
Musik? Kenapa ruangan ini sunyi? Kenapa tidak ada alunan musik? Dulu bukannya ia baru mau menari apabila ada iringan musik dari pemusik kesayangannya? Lalu mengapa sekarang ia malah menari-nari dengan riangnya tanpa sedikit pun dentingan nada, seakan musiknya ada, tetapi hanya ia yang bisa mendengar?
Aku, sang penari, yang dulu tergolek tanpa daya ketika tahu pemusikku pergi mengembara entah kemana dan entah mengapa. Aku, sang penari, yang dulu kerap menunggu pemusik kesayanganku datang kembali ketika aku tahu ia menghilang. Aku, sang penari, yang telah bosan dengan segala ketergantunganku akan pemusik, pemusik mana pun. Aku, sang penari, yang akhirnya sadar bahwa bukan si pemusik yang menciptakan tarianku, tetapi aku yang memukau orang-orang dengan lenggokku.
Aku akan ciptakan lagi melodiku sendiri. Aku akan mulai lagi semua dari awal, dari sebelum aku memiliki ketergantungan akan pemusik. Musik untuk tarianku akan berasal dari diriku sendiri, bukan dari yang lain. Musikku akan berasal dari suara angin, suara hujan, suara daun-daun bergesekan satu sama lain. Musikku akan berasal dari suara tepuk tangan penonton, suara sorak-sorai mereka, suara ketika mereka meminta aku untuk menari kembali. Musikku akan berasal dari suara gesekan kursi di lantai, suara pintu terbanting, atau bahkan suara gelas kaca yang beradu dengan marmer.
Aku, Sang Penari, akan menciptakan tarian solo, yang diiringi musik ciptaanku sendiri. Bukan berarti aku tidak rindu pemusikku, tapi ini panggungku.
Musik? Kenapa ruangan ini sunyi? Kenapa tidak ada alunan musik? Dulu bukannya ia baru mau menari apabila ada iringan musik dari pemusik kesayangannya? Lalu mengapa sekarang ia malah menari-nari dengan riangnya tanpa sedikit pun dentingan nada, seakan musiknya ada, tetapi hanya ia yang bisa mendengar?
Aku, sang penari, yang dulu tergolek tanpa daya ketika tahu pemusikku pergi mengembara entah kemana dan entah mengapa. Aku, sang penari, yang dulu kerap menunggu pemusik kesayanganku datang kembali ketika aku tahu ia menghilang. Aku, sang penari, yang telah bosan dengan segala ketergantunganku akan pemusik, pemusik mana pun. Aku, sang penari, yang akhirnya sadar bahwa bukan si pemusik yang menciptakan tarianku, tetapi aku yang memukau orang-orang dengan lenggokku.
Aku akan ciptakan lagi melodiku sendiri. Aku akan mulai lagi semua dari awal, dari sebelum aku memiliki ketergantungan akan pemusik. Musik untuk tarianku akan berasal dari diriku sendiri, bukan dari yang lain. Musikku akan berasal dari suara angin, suara hujan, suara daun-daun bergesekan satu sama lain. Musikku akan berasal dari suara tepuk tangan penonton, suara sorak-sorai mereka, suara ketika mereka meminta aku untuk menari kembali. Musikku akan berasal dari suara gesekan kursi di lantai, suara pintu terbanting, atau bahkan suara gelas kaca yang beradu dengan marmer.
Aku, Sang Penari, akan menciptakan tarian solo, yang diiringi musik ciptaanku sendiri. Bukan berarti aku tidak rindu pemusikku, tapi ini panggungku.
Comments