Skip to main content

Berdamai dengan Diri Sendiri


Ketika mendengar kata 'berdamai dengan diri sendiri',  apa yang langsung ada di benak kamu?

Kamu berjabat tangan dengan dirimu sendiri? Atau kamu mencurahkan semua keluh kesahmu, trauma,  dan penyesalan di masa lalu? Sebenarnya untuk setiap orang, pasti ada caranya untuk melakukan aksi perdamaian ini. Saya pun selalu berusaha untuk melakukan hal tersebut, tapi kalau boleh jujur, berdamai dengan diri sendiri itu sulit sekali untuk dilakukan. 

Berbeda dengan berdamai dengan orang lain, kamu saling memaafkan dengan tulus, lalu selesai. Tapi lain halnya kalau kita memiliki masalah dengan diri sendiri. 

Kalau dalam kasus saya, saya pernah benci sekali dengan bentuk tubuh saya yang gemuk, tidak sesuai dengan standar kecantikan masyarakat. Tapi alih-alih menjaga pola makan menjadi lebih sehat, saya berontak. I ate everything I wanted. Minum boba seminggu 2-3 kali, habis makan siang cari yang camilan manis, carbo intake-nya sembarangan banget, dan nggak olahraga sama sekali. Hingga saya kena getahnya akhir bulan September 2019 lalu. Berat badan saya mencapai titik terberat, yaitu 75 kg.

Awalnya ini bukan sebuah tamparan, tapi ketika saya sadar kesehatan saya menjadi tumbalnya, saya tertampar. I'm a 30 years old woman in a 55 years old body. I had to do something. Tubuh ini buat saya titipan Tuhan, saya harus jaga baik-baik dan saya sudah lalai dalam melakukannya. 

Keputusan terbaik saya ambil di bulan Oktober 2019. Saya mulai menemui ahli gizi, dikasih pola makan yang baik seperti apa, berapa kalori yang bisa saya asup setiap harinya, dan olahraga yang harus saya lakukan. Waktu ditanya kenapa mau ambil program weight loss, saya cuma jawab, "Saya capek. Saya mulai ngerasa gampang sakit, stress karena baju udah mulai nggak muat dan boros kalau harus beli baru terus. Saya pernah ada di berat badan masih 55 dan saya suka dengan kondisi itu. Saya mau kembali, karena ini udah nggak beres."

Memulai pola makan yang baru itu nggak mudah dan buat beberapa orang jalan yang saya ambil itu ekstrem. I don't eat sugar, oil, or flour. Puji Tuhan, hasil mulai kelihatan, angka timbangan sudah mencapai 68 kg. Di tengah euphoria sukacita karena berat badan semakin turun, ada hal-hal yang saya sadari. I made peace with myself. 

Alih-alih terus berontak, saya mencoba merefleksikan diri apa yang dimaksud dengan self-love itu sendiri. Ketika kita mencoba mencintai seseorang, pasti kita mau kasih dia yang terbaik, shower them with our greatest love. Itu yang sama sekali belum saya lakukan selama ini. Konsep yang saya anut bisa dibilang keliru.

Self-love yang saya anut lebih ke pemberontakan yang nggak perlu saya lakukan. Karena orang banyak yang bilang saya LEBIH CANTIK waktu kurus, saya malah ingin membuktikan kalau gemuk juga bisa cantik. Pendapat ini nggak salah, semua orang cantik dengan caranya masing-masing. Tapi yang saya lupa, saya melakukan ini demi sebuah pembuktian. Pembuktian untuk siapa? Bukan untuk saya yang pasti dan itu tidak sehat. Jadi kalau bukan untuk saya, self-love apa yang saya anut? 

Kalau diumpamakan, saya lagi pacaran dengan seseorang, dan saya terus memberikan dia cinta yang saya kira ia butuh, namun nyatanya tidak. Saya banjiri dengan kehangatan di saat ia sudah cukup hangat, yang akhirnya ia jadi kegerahan dan berontak. Saya pikir ini karena cinta, tapi semata untuk pembuktian kalau saya pacar yang sangat baik. Pembuktian ke orang lain, mungkin? Pada akhirnya, saya akan semakin lupa dengan apa yang SAYA butuhkan.

Berdamai itu butuh proses
Tidak ada hal baik yang datang dari sesuatu yang instan. Nikmat mungkin, baik belum tentu. Begitu juga dengan berdamai dengan diri sendiri.

Butuh waktu panjang buat saya untuk akhirnya sadar yang namanya mencintai diri sendiri itu tidak berbanding lurus dengan memuaskan diri dengan apa yang saya suka dan mau, lalu melupakan apa yang saya butuhkan. Perdamaian itu dimulai ketika saya memerangi ego saya sendiri. Ada konsep yang unik di sini, di mana untuk mencapai sesuai yang damai, harus ada perlawanan terlebih dulu. Melawan comfort zone, melawan rutinitas yang sudah terkonstruksi dengan baik.

I crave for boba, I crave for all sugary dessert, but do I need it? Sejauh ini, belum butuh. Tapi, saya kan juga tidak mau menyiksa diri sendiri dan jadi benci dengan proses weight loss ini, jadi saya mengizinkan diri saya dapat reward seminggu sekali. Bukan cheating, tapi reward. I deserve this. 

Yang pasti, setiap orang punya pergumulannya sendiri dan punya cara untuk berdamai dengan itu. Masalah bisa secara fisik maupun mental. Kita semua punya perjuangan sendiri-sendiri. 

Cari support system yang baik
Berjuang itu pasti melelahkan, karena menguras tenaga dan emosi. Buat saya, faktor yang akan membuat perjuangan berdamai ini menjadi lebih ringan adalah dengan punya support system yang baik dan tulus.

Kita punya kuasa untuk memilih dengan siapa kita mau bergaul. Dibilang pilih-pilih pun tidak masalah, karena kita tahu siapa yang terbaik untuk kita. Tuhan Yesus itu baik, saya diizinkan untuk ketemu dengan teman-teman kantor yang tidak toxic dan terus mengingatkan kalau saya mulai 'bandel'. This battle is for a genuine  purpose. Buat kalian (you know who you are), terima kasih telah menjadi tempat saya berbagi. 

Dan untuk kalian yang masih berjuang, semoga kalian dikelilingi orang-orang yang baik dan mendukung perjuangan kalian. Kalau pun belum, cari dan tinggalkan yang buruk. Jangan lama-lama berkubang di dalamnya. Friendship itu bukan soal loyalitas jika sudah ngomongin soal kesehatan mental.

Selamat berjuang untuk berdamai dengan diri sendiri dan jangan menyerah. Tuhan Yesus memberkati. ❤

Comments

Popular posts from this blog

Mencoba Perawatan Facial dan Massage di Umandaru Salon & Day Spa Bintaro

Mumpung lagi semangat-semangatnya nulis lagi, jadi sekalian aja deh bahas pengalaman saya facial dan massage di Umandaru Salon and Day Spa yang ada di Bintaro. Berawal dari rencana cuti sehari karena mau medical check up di pagi harinya (baca pengalaman medical check up di sini ), lalu diri ini punya ide, "Hmmm... sudah lama tidak me time. Apakah lanjut pampering diri yang sudah butek ini?" Akhirnya saya bagikan kegundahan ini di IG Story dan bertanya pada teman-teman super, enaknya ke mana kalau mau facial dan massage di area Bintaro. Ada beberapa rekomendasi yang masuk, seperti Platinum Wijaya, Anita Salon, dan salah satunya Umandaru Spa. Nah, kalau Platinum Wijaya dan Anita Salon, saya sudah sering dengar soal dua tempat facial/salon ini, tapi tidak untuk yang Umandaru Spa. I want something new. Asheeek. Akhirnya coba search di Instagram dan ternyata Umandaru Spa menawarkan cukup banyak pilihan perawatan, mulai dari facial, spa, massage, sampai creambath dan meni

Pengalaman Medical Check Up di Rumah Sakit Jakarta

Sumber: http://www.yayasanrsjakarta.org Detik-detik menuju umur 30 tahun. Inhale. Exhale. *dramak* Sebenarnya nggak detik-detik juga, sih. Masih hitungan bulan dan bukan termasuk orang yang takut untuk memasuki umur baru, kecuali ketika saya memasuki umur 27 tahun. Sila baca cerita absurd nan yahudnya di sini . Sulit dipercaya, namun saya adalah orang yang santai dan tidak takut beranjak tua, tidak takut keriput, dan tidak takut dengan kematian. Cause one day, we'll die anyway.  Walau rutinitas skincare saya termasuk banyak dan lumayan rajin menunaikan ibadah 7 steps, tapi itu bukan untuk menghalau datangnya keriput di usia senja (ya kali nggak keriputan...). Lebih untuk menjaga kondisi kulit di usia sekarang biar tak kusan. Ya, syukur-syukur kalau nanti pas tua nggak jadi kelihatan kuyu. Tetap glowing adalah tujuan heyduuup. Namun, bukan berarti saya termasuk yang nggak peduli dengan kesehatan, apalagi saya sadar kalau semakin tua umur kita, akan semakin mudah kita diser

Movie Review: Delicacy (2011)

  Sutradara: David Foenkinos, Stephane Foenkinos Pemain: Audrey Tatou, Francois Damiens Genre: Romantic-comedy Udah sebulan terakhir ini pengin banget nonton film Perancis. Tapi karena enggak tahu film yang bagus apa, jadinya tertunda terus. Sampai tadi malam ketika lagi Saturdate sama temen kantor saya, Nana, kami memutuskan untuk pergi ke festival Europe on Screen 2014. Setelah memilih-milih film yang kira-kira bagus, akhirnya kami pilih film Delicacy yang diputar di Goethe Institute, Menteng. Awalnya milih film ini karena yang main Audrey Tatou dan lokasinya enggak jauh. Pas dibilang film ini ber- genre romantis, saya dan Nana agak takut jatuh bosan karena lagi malas nonton yang menye-menye bikin mewek. Tapi ternyata kami salah. Film ini....menyenangkan. Saya rasa semua orang yang juga menonton film ini akan setuju. Film ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Nathalie yang baru saja menikah dengan kekasihnya dan lagi bahagia-bahagianya. Tapi terjadi musibah,  s