Skip to main content

Ketika Harus Berkata 'Sudah'

Menyudahi sesuatu itu enggak gampang. Apalagi kalau kita terlanjur nyaman dan merasa aman di dalamnya. Ketika kita berada di zona aman, kadang kita terlena dan menutup mata akan semua hal negatif yang sebernarnya kita alami tanpa sadar. Saya punya sahabat yang sudah pacaran bertahun-tahun. Saya pikir dia bahagia sama si cowok dan punya pikiran untuk menikah nantinya. Ternyata setelah dengar ceritanya, ia bilang kalau dia enggak pernah kepikiran untuk nikah sama si cowok karena cowok ini masih childish banget, not a husband material. Lalu saya tanya kenapa dia masih juga pacaran sama si cowok kalau memang enggak ada tujuan yang jelas? Jawabannya sederhana banget: karena gue udah nyaman sama dia. Sahabat saya enggak tahu akan ketemu cowok seseru dan senyambung kayak pacarnya ini apa enggak kalau mereka putus. Dia banyak tutup mata kalau cowoknya kelewat egois, bermulut kasar, bahkan suka flirting sama cewek lain. It doesn't make sense to me. 

Walaupun itu enggak masuk akal di saya, ternyata saya pun mengalami hal yang sama, terlena akan zona aman. Saya terlena akan adanya sosok laki-laki yang sesekali memperhatikan saya, sesekali memanjakan saya, dan sesekali membuat saya bahagia. Pikir saya, "enggak apa-apa, deh, walaupun cuma sesekali. Siapa tahu besok bisa jadi lebih baik." Pada kenyataannya hal itu enggak terjadi dan enggak akan pernah terjadi. Ibaratnya, saya lagi menantikan munculnya unicorn sungguhan di dunia. Berkali-kali saya kecewa dan berkali-kali pula saya memaafkan, begitu terus siklusnya. Tanpa sadar, ada bom waktu yang berjalan dan menunggu untuk meledak. Ada satu titik di mana saya memutuskan ini semua harus berhenti. Saya harus keluar dari zona nyaman ini dan memulai sesuatu yang baru. Sekali lagi, bukan hal yang mudah untuk keluar dari kenyamanan ini. Setiap kali saya ingin bilang jujur kalau saya lelah dengan keadaan kayak begini, ada saya yang menghalangi. Entah dia yang tiba-tiba jadi super perhatian atau tatapan matanya yang bikin luluh. Iya, semudah itu saya goyah. Sampai satu malam saya ambil sikap dan bilang, "saya mau lepas dari kamu dan saya mau maju ke cerita yang lebih baik." Rasanya? Hati saya hancur, tapi lega pada saat yang sama.

Saya enggak bisa bilang siapa yang salah dalam cerita ini, tapi saya bisa bilang karena keputusan sayalah makanya saya dan dia ngalamin ini semua. Karena saya yang mengijinkan dia bolak-balik masuk dan keluar dari hidup saya, selama 2 tahun lebih, saya pula yang harus menyelesaikan masalah. Saya banyak belajar dari kejadian ini. Saya belajar bagaimana saya sebagai perempuan harus punya standar kebahagiaan. Saya perlu tahu bedanya antara bahagia karena benar-benar terpuaskan atau seakan-akan bahagia karena enggak mau kehilangan. Kalau ditanya apakah saya merasa sedih dengan memutuskan untuk pergi, saya akan jawab.....sedih banget. 2 tahun bukan waktu yang singkat. I cried all night like a teenage girl, but I have to face it no matter what. 

Panjang ya curhatnya? Sudah biasa lah, ya.

Comments

Popular posts from this blog

Mencoba Perawatan Facial dan Massage di Umandaru Salon & Day Spa Bintaro

Mumpung lagi semangat-semangatnya nulis lagi, jadi sekalian aja deh bahas pengalaman saya facial dan massage di Umandaru Salon and Day Spa yang ada di Bintaro. Berawal dari rencana cuti sehari karena mau medical check up di pagi harinya (baca pengalaman medical check up di sini ), lalu diri ini punya ide, "Hmmm... sudah lama tidak me time. Apakah lanjut pampering diri yang sudah butek ini?" Akhirnya saya bagikan kegundahan ini di IG Story dan bertanya pada teman-teman super, enaknya ke mana kalau mau facial dan massage di area Bintaro. Ada beberapa rekomendasi yang masuk, seperti Platinum Wijaya, Anita Salon, dan salah satunya Umandaru Spa. Nah, kalau Platinum Wijaya dan Anita Salon, saya sudah sering dengar soal dua tempat facial/salon ini, tapi tidak untuk yang Umandaru Spa. I want something new. Asheeek. Akhirnya coba search di Instagram dan ternyata Umandaru Spa menawarkan cukup banyak pilihan perawatan, mulai dari facial, spa, massage, sampai creambath dan meni

Pengalaman Medical Check Up di Rumah Sakit Jakarta

Sumber: http://www.yayasanrsjakarta.org Detik-detik menuju umur 30 tahun. Inhale. Exhale. *dramak* Sebenarnya nggak detik-detik juga, sih. Masih hitungan bulan dan bukan termasuk orang yang takut untuk memasuki umur baru, kecuali ketika saya memasuki umur 27 tahun. Sila baca cerita absurd nan yahudnya di sini . Sulit dipercaya, namun saya adalah orang yang santai dan tidak takut beranjak tua, tidak takut keriput, dan tidak takut dengan kematian. Cause one day, we'll die anyway.  Walau rutinitas skincare saya termasuk banyak dan lumayan rajin menunaikan ibadah 7 steps, tapi itu bukan untuk menghalau datangnya keriput di usia senja (ya kali nggak keriputan...). Lebih untuk menjaga kondisi kulit di usia sekarang biar tak kusan. Ya, syukur-syukur kalau nanti pas tua nggak jadi kelihatan kuyu. Tetap glowing adalah tujuan heyduuup. Namun, bukan berarti saya termasuk yang nggak peduli dengan kesehatan, apalagi saya sadar kalau semakin tua umur kita, akan semakin mudah kita diser

Movie Review: Delicacy (2011)

  Sutradara: David Foenkinos, Stephane Foenkinos Pemain: Audrey Tatou, Francois Damiens Genre: Romantic-comedy Udah sebulan terakhir ini pengin banget nonton film Perancis. Tapi karena enggak tahu film yang bagus apa, jadinya tertunda terus. Sampai tadi malam ketika lagi Saturdate sama temen kantor saya, Nana, kami memutuskan untuk pergi ke festival Europe on Screen 2014. Setelah memilih-milih film yang kira-kira bagus, akhirnya kami pilih film Delicacy yang diputar di Goethe Institute, Menteng. Awalnya milih film ini karena yang main Audrey Tatou dan lokasinya enggak jauh. Pas dibilang film ini ber- genre romantis, saya dan Nana agak takut jatuh bosan karena lagi malas nonton yang menye-menye bikin mewek. Tapi ternyata kami salah. Film ini....menyenangkan. Saya rasa semua orang yang juga menonton film ini akan setuju. Film ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Nathalie yang baru saja menikah dengan kekasihnya dan lagi bahagia-bahagianya. Tapi terjadi musibah,  s