Skip to main content

Pesona Pagi

Ketika cahaya matahari menembus tirai jendela, memberikan pancarannya yang hangat langsung menuju kedua kelopak mata, aku pun tersentak bangun. Mungkin bukan tersentak, namun secara sadar aku bangun. Aku bangun dari istirahat panjangku. Aku bangun dari tidurku yang lelap. Aku bangun dari mimpi-mimpi yang membuai sepanjang aku memejamkan mata. Aku bangun dari setumpuk khayalan.

Oh....kenyataan. Kenapa juga aku harus terbangun? Kenapa juga aku harus meninggalkan mimpi-mimpiku semalam? Kenapa? Haaaah...lelah. Lalu kutengok jendela di sebelah tempat tidurku, yang menyelipkan jutaan cahaya matahari, yang menyebabkan aku terbangun, yang menyebabkan aku harus menjalankan kembali rutinitasku. Sejenak aku hendak mengumpat, memarahi sang jendela yang mengijinkan cahaya-cahaya itu rembes melalu tirai. Sejenak aku hendak memaki! Namun ketika aku menajamkan penglihatanku ke luar jendela sana, terlihat burung-burung berkicau di atas genting rumah tetangga. Mereka melompat-lompat kecil, bercengkrama layaknya kerabat yang saling bertanya kabar. Ha ha, mereka terlihat gembira ya? Kulongokkan lagi kepalaku, lebih menjulur dari sebelumnya. Kau tahu apa yang aku lihat? Seekor kucing sedang merebahkan badannya diatas teras rumah yang tersiram cahaya matahari. Kau boleh bilang aku berhalusinasi, tapi mulut kucing itu benar-benar membentuk senyum. Senyum! Ha ha ha.. Kucing itu terlihat nyaman dan bahagia sekali tidur di bawah hujan cahaya matahari.

Lalu, kutengadahkan kepalaku ke langit untuk melihat matahari itu sendiri. Silau! Matahari, kenapa kamu begitu egois? Seakan-akan tidak ada yang boleh menantangmu, bahkan ketika hanya lewat pandangan. Kalaupun memang boleh, seakan-akan kau menantang semua orang untuk melawanmu. Melawanmu dengan senyum, marah, gelisah, sedih, apapun..

Banyak yang mengutuk pagi karena merasa harus melakukan hal yang sama lagi, karena harus menuntaskan sesuatu, atau hanya karena terlalu takut menjalani hal-hal baru. Tapi ketika kulihat semua hal-hal kecil tadi, pikiranku berubah dan penilaianku terhadap pagi. Pagi tidak seburuk yang kubayangkan. Kamu tahu, ternyata cahayanya dapat memberikan semangat yang belum tentu orang-orang sekitarmu dapat berikan. Memang pesonanya tidak semeriah siang. Ia juga tidak semabukkan senja dan tidak seanggun malam, tapi ketika semburat kuningnya memacar, maka kamu tidak dapat lagi mengelak untuk tetap tinggal di dalam mimpi. Itulah bentuk kegoisannya. Cahayanya akan menemani kamu untuk bangun dan menjalani hari sampai kamu menemui cahaya yang lain. Dia awalmu di setiap pagi. Dia pendukung nomor satu dan teman pertama dalam menjalani hari. Terima kasih, pagi.. :)

Comments

Popular posts from this blog

Kamu Kan Perempuan, Seharusnya Kamu....

Pernah mendengar seseorang mengucapkan kalimat seperti itu di depanmu? Saya, sih, sering. Mulai dikomentari dari segi penampilan dan keahlian, tapi juga dari pilihan musik dan masih banyak lagi. Banyak perempuan di luar sana yang mengeluh merasa didikte oleh laki-laki dengan kalimat ini, tapi entah mengapa saya merasa kalimat ini dilontarkan lebih banyak oleh sesama perempuan. Hal ini menjadi miris buat saya. Bukannya saling memberi dukungan, terkadang sesama perempuan justru saling menghakimi. Penghakiman itu biasanya dimulai dengan kalimat, "Kamu kan perempuan, seharusnya kamu..." 1. "...berpakaian rapi." Saya termasuk perempuan yang suka berpenampilan rapi, tapi kadang juga suka mengikuti mood. Jadi ketika saya ingin tampil rapi, saya bisa saja mengenakan rok span, blouse, serta clog shoes ke kantor. Namun kalau sedang ingin tampil kasual dan malas tampil rapi, saya biasanya memakai kaos, jeans, dan sneakers . Suatu hari saya pernah berpenampil...

my taurus-mate, Mellysa Anastasya Legi.

Saya gak tau gimana ceritanya kami berdua bisa begitu mirip secara kelakuan dan cara berpikirnya. Saya gak ngerti kenapa teman saya ini walau cantik luar biasa tapi kelakuannya sama aja cacatnya sama saya. Saya gak ngerti. Tapi yang saya ngerti, kami sama-sama MUREEEEE... :D

Belajar Mengucap Syukur Lebih Lagi

Selamat tahun baru! Woooh, tahun 2020 ini diawali dengan hal yang mencengangkan banyak orang sepertinya. Banjir yang merata hampir di semua wilayah Jabodetabek (termasuk rumahku di Bintaro tercinta) bikin banyak orang mikir, YA KOK BISA? Bahkan wilayah yang puluhan tahun enggak pernah banjir pun tidak luput merasakan rumahnya tergenang. Walau saya orangnya tidak sepositif ibu saya, beliau kerap berucap, "Puji Tuhan awal tahun dikasih icip hujan berkat sebanyak ini. Tetap ucap syukur." Kadang ketaatan beliau bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak habis pikir.  Rumah kemasukan air sampe tergenang dan barang banyak yang terendam, masih bisa ucap syukur. Dulu disakitin sama keluarga sendiri, masih aja ucap syukur. Diizinkan merasakan sakit apa pun itu, tetap ucap syukur. Bahkan kadang saya suka ngedumel dalam hati, ini orang lama-lama bisa masuk golongan toxic-positivity peeps.  Tapi sebelum saya makin terjerumus dalam lembah pergunjing...